Pendidikan Juga Punya Rasa

Bengkang, itulah nama desa yang membuatku penasaran ketika pertama kali kakiku menginjakkan tanah Flores. Bayangan akan glamornya pendidikan di tanah jawa langsung hilang dalam sekejap ketika mata ini melihat sebuah sekolah yang berhalamankan tebing-tebing gunung yang dipecah oleh mulusnya jalan di desa ini. Entah karena belum pernah mengangkat kaki yang jauh dari kampung halamanku atau hanya angan yang miskin akan pengalaman belaka.

sumber foto : penulis 

SDN Bengkang itulah nama yang seharusnya tertulis rapi layaknya di selembar kertas SK yang kuterima dari Dinas Pendidikan setempat. Namun tak banyak yang dapat mata ini temukan dari sekolah ini, papan nama sekolah yang seharusnya sebagai kebanggan setiap sekolah ternyata hanya terucap di bibir manis setiap guru, siswa dan masyarakat.

Seharusnya tak sulit menemukan sekolah ini, lokasi yang cukup dekat dengan jalan dan berada di ujung pemukiman warga. Namun bagi seorang pendatang seperti diriku bukan perkara mudah menemukan tempat yang belum pernah ku kunjungi.

Salah satu bangunan SDN Bengkang
sumber foto : penulis
Tak pernah terlintas di benakku dari mulusnya jalan tempatku berdiri, mata ini  harus sedikit meredup untuk melihat sekolah di puncak bukit yang akan menerima guru muda sepertiku yang haus akan pengalaman.

“Selamat Pa” Sapaan yang di iringi senyuman manis itulah yang masih teringat jelas di pikiranku akan kesan pertamaku bertemu dengan guru di SDN Bengkang. Dengan logat khas manggarai yang terasa asing di telingaku, kepala sekolah bersama 6 guru lain memulai perbincangan hangat yang di selingi dengan canda tawa yang memecah keriuhan kelas di samping kantor guru.

Perkenalan yang singkat namun penuh makna pada hari itu menjadi awal untuk diri ini memantapkan hati dalam menjalankan tugasku sebagai pendidik di sekolah ini.

Sekolah ini memang baru di resmikan menjadi Sekolah Negeri pada tahun 2011 yang sebelumnya berstatus TRK (Tambahan Ruang Kelas). Jadi Tak banyak yang dapat ku temukan layaknya sekolah-sekolah pada umumnya. Bangunan yang masih terbuat dari anyaman bambu, bangku yang terlihat tak mampu dijadikan sebagai sandaran tangan untuk menulis, tiang bendera yang masih terbuat dari pohon pinang. Itulah semua kesan pertama yang bisa disaksikan oleh mataku yang terbiasa melihat kemolekan sekolah-sekolah di jawa.

Sampailah hari pertamaku untuk mulai menyapa anak-anak bangsa yang terlihat begitu senang dan ceria di tengah minimya kondisi sekolah yang ada. Senyum yang tergambar di setiap wajah anak didik ku pada waktu itu berhasil membuat semangat seorang guru muda ini mergejolak.

Proses KBM kelas 2 SDN Bengkang
sumber foto : penulis
“Selamat Pagi Pa” (sambil memukul meja), itulah kalimat pertama yang terdengar di hari pertamaku mengajar di sekolah ini. Kaget itulah kata yang paling tepat untuk menggambarkan suasana hati ini pada saat itu. Memang Sepintas cara mereka memberi salam kepada guru tak berbeda dengan sekolah pada umumnya. Namun memberikan salam dengan memukul meja terlebih dahulu itulah yang membuat guru pendatang sepertiku di buat kaget.

Butuh beberapa menit untukku sejenak berfikir tentang pertanyan-pertanyaan yang menggajal di hatiku, apakah mereka yang akan menjadi tanggung jawabku sebagai seorang guru ? Buku yang tak jarang hanya di bungkus plastik sebagai tas, baju yang tak seragam dan kaki yang hanya beralaskan sandal berlumuran tanah merah itulah yang menyita waktuku untuk kembali sejenak memikirkan apakah diriku sanggup Mencerdaskan Anak Bangsa ini dan menjadi insan yang lebih mulia.

Keceriaan yang tampak di raut wajah lugu siswa dan siswi ini, jelas sebuah kegembiraan yang nyata di balik senyuman malu yang mereka ingin tunjukkan kepadaku. Namun hati kecilku berkata bahwa canda tawa mereka juga merupakan sebuah ironi yang memperihatinkan akan hausnya sebuah impian di tengah ketidakberdayaan mereka mendapatkan pendidikan yang lebih layak dari saat ini.

Hari pertama yang menakjubkan itu memang tak mungkin terlupakan bagi guru sepertiku yang belum banyak pengalaman. Sebuah tugas yang berat untuk memberikan rasa pendidikan yang sama seperti jawa di tanah Flores ini. Terlihat jelas mereka sangat memimpikan rasa yang sama dengan anak-anak seumuran mereka yang berada di tanah Jawa, pulau ibukota yang memberikan lebih banyak janji akan pendidikan lebih baik daripada di tanah kelahiran mereka saat ini.

sumber foto : penulis
Hari-hari bersama sekolah ini lambat laun mulai terasa nikmat.  Lonceng yang terbuat dari velg mobil merupakan bel sekolah yang dijadikan teman dalam membangkitkan semangat untuk memulai meraih mimpi para siswa. “Selamat pagi pa” (sambil memukul meja), sepertinya kalimat salam ini sudah mulai terbiasa ditelingaku ini, karena memang setiap hari begitulah cara mereka dalam memberikan penghormatan kepada guru yang diselipkan dalam setiap kalimat salam yang mereka lontarkan.

 Mendidik mereka bukanlah pekerjaan yang mudah, butuh kesabaran dan keuletan tersendiri yang kujadikan sebagai sebuah tantangan baru sebagai guru. Tak jarang berbagai masalah muncul layaknya siswa tingkat dasar, dari hal yang sepele pun mereka ributkan. Namun itulah pahit dan manisnya sebagai seorang guru.

Perbedaan bahasa, budaya, agama, dan suku bukanlah sebuah halangan untuk memahami anak didik ku serta berbaur dengan masyarakat. Mau tak mau belajar bahasa Manggarai merupakan hal yang wajib untuk kupelajari. Malahan tak sedikit bahasa yang kuperoleh di ajarkan oleh anak didikku sendiri selain pengetahuan yang kuserap dari interaksi dengan masyarakat.

Asi Ngaok” itulah kata-kata yang sering ku gunakan untuk mengontrol kelas yang artinya “jangan ramai”. Alasan pentingnya belajar bahasa yang mereka gunakan adalah anak-anak lebih mudah memahami perintah yang di ucapkan dengan bahasa Manggarai daripada bahasa Indonesia.

Foto bersama anak didik
sumber foto : penulis
Waktu terus berjalan seiring keakrabanku yang terus bertambah dengan anak-anak didik ku di sini. Di kelas mungkin aku seorang guru yang mereka hormati dengan segenap hati. Namun mereka tak tahu sebenarnya lebih banyak ilmu yang ku peroleh dari kehidupan mereka, baik di sekolah maupun di luar sekolah, suka maupun duka, tawa maupun tangis, teman maupun keluarga, semua itu menjadi pelajaran yang sangat berharga bagiku untuk lebih memahami mereka.

Semua yang telah ku lewati bersama sekolah ini baik bersama guru, siswa, maupun masyarakat merupakan proses bersama-sama untuk mencerdaskan anak bangsa serta mewujudkan pendidikan yang lebih baik untuk mereka para anak didik yang kelak akan kubanggakan.

Mereka sangat ingin merasakan bagaimana rasa pendidikan di kota-kota jawa yang diperoleh anak seumuran dengan mereka. Selayaknya makanan yang bisa dinikmati oleh lidah kita, pendidikan pun juga memiliki rasa yang dapat dinikmati oleh semua anak didik di tanah merah putih ini.

Foto Bersama Setelah Ujian Nasional Kelas 6
sumber foto : penulis
Disinilah aku sebagai guru akan memberikan “rasa” itu yang selama ini mereka impikan dan dambakan. Semoga kelak rasa yang aku berikan saat ini akan menjadi pijakan mereka untuk terus melangkah maju meraih mimpi yang mereka cita-citakan.

PENGERTIAN AUTISME

AUTISME DI INDONESIA

Autisme adalah suatu kondisi mengenai seseorang sejak lahir ataupun saat masa balita, yang membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan sosial atau komunikasi yang normal. Akibatnya anak tersebut terisolasi dari manusia lain dan masuk dalam dunia repetitive, aktivitas dan minat yang obsesif. (Baron-Cohen, 1993). Karakteristik anak dengan autisme adalah adanya 6 gangguan dalam bidang: interaksi sosial, komunikasi (bahasa dan bicara), perilaku-emosi, pola bermain, gangguan sensorik dan motorik perkembangan terlambat atau tidak normal. Gejala ini mulai tampak sejak lahir atau saat masih kecil, biasanya sebelum anak berusia 3 tahun. Hasil penelitian terbaru menunjukkan satu dari 150 balita di Indonesia kini menderita autis. Laporan terakhir badan kesehatan dunia (WHO) tahun 2005 pun memperlihatkan hal serupa, yang mana perbandingan anak autis dengan anak normal di seluruh dunia, termasuk Indonesia telah mencapai 1:100.
Di Indonesia, tren peningkatan jumlah anak autis juga terlihat. Meski tidak diketahui pasti berapa jumlahnya karena pemerintah belum pernah melalukan survey. Satu dari seribu anak Indonesia terkena gangguan autis, mengenai kebenaran pernyataan tersebut, belum pasti, mungkin saja hanya spekulasi dan tidak berdasarkan pada riset atau sensus penderita autis di setiap wilayah. Jika diestimasikan bahwa jumlah anak usia dini di Indonesia sekitar 20% saja, berarti jumlah anak Indonesia 65 juta jiwa dari sekitar 280 juta total penduduk indonesia, berarti jika perseribu anak salah satunya adalah autis, jumlah anak dengan gangguan autis berjumlah sekitar 65.000 anak (Yayasan cinta anak bangsa, 2010). Permasalahan yang perlu dicermati terkait autis adalah kebanyakan orang tua anak autis tidak menerima apabila buah hati mereka menyandang autis sehingga terjadi keputusasaan untuk mengasuh anaknya. Hal ini terjadi karena kurangnya pengetahuan para orang tua tentang autis. Penghambat proses penyembuhan anak autis tidak hanya faktor mahalnya biaya terapinya saja, penanganan masalah anak-anak autis di Indonesia, bila dibandingkan dengan negara lain, boleh dibilang masih kurang memadai. Selain itu belum ada perhatian khusus seperti tersedianya payung hukum, anggaran yang layak, dokter ahli, lembaga penelitian, obat-obatan, alat terapi, klinik, terapis, dan pusat terapi yang murah. Wajar bila banyak keluarga anak-anak istimewa ini, khususnya dari kalangan dhuafa, makin dibuat menjerit oleh tiga hal: pertama oleh berbagai kepedihan mengasuh anak-anak tersebut yang memiliki gangguan amat kompleks dan seperti tak berakhir, kedua oleh biaya terapi yang amat mencekik dan ketiga oleh bayangan ketakutan tentang masa depan mereka yang memilukan. Seiring dengan bertambahnya sekolah inklusi di Indonesia, metode-metode terapi yang efektif dan bersahabat dengan para siswa yang biasanya dapat diperoleh dengan mengeluarkan biaya besar pun bisa direkomendasikan ke setiap sekolah inklusi agar semua siswa khususnya penyandang autis dapat merasakannya.Dalam tataran operasional di sekolah, sekalipun sudah banyak sekolah yang mendeklarasikan sebagai sekolah inklusi, tetapi dalam implementasinya masih banyak yang belum sesuai dengan konsep-konsep yang mendasarinya. Bahkan, tidak jarang ditemukan adanya kesalahan-kesalahan praktek, terutama terkait dengan aspek pemahaman, kebijakan internal sekolah, serta kurikulum dan pembelajaran. Hal ini sekaligus menyiratkan bahwa dalam perjalanan menuju pendidikan inklusi (toward inclusive education), Indonesia masih dihadapkan kepada berbagai isu dan permasalahan yang kompleks yang harus mendapatkan perhatian serius dan disikapi oleh berbagai pihak yang terkait, khususnya pemerintah sehingga tidak menghambat hakekat penyelenggaraan pendidikan inklusi itu sendiri (Sunaryo, 2009). Menurut Mayer (2001) seorang anak yang belajar dengan memanfaatkan penglihatan, pendengaran, dan pemahaman akan lebih mudah untuk memahami sesuatu. Berdasarkan teori tersebut, metode yang tepat untuk mengembangkan potensi anak autis di sekolah dasar adalah dengan mengadakan training melalui pemutaran video. Metode ini biasa disebut dengan multimedia education. Salah satu jenis terapi autis yaitu melalui permainan tradisional Pok Ame-Ame. Hal ini dikarenakan permainan ini menitikberatkan pada daya fokus atau konsentrasi bagi anak autis, dimana anak autis itu sendiri tidak mampu membentuk hubungan sosial atau komunikasi yang normal. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara melakukan penyuluhan kepada seluruh pihak, misal pihak keluarga dan sekolah. Salah satu caranya adalah dengan pembuatan VCD yang berisi tentang teknis aplikasi permainan tradisional Pok Ame-Ame sebagai terapinya, VCD ini berguna berguna bagi para orang tua agar bisa turut serta mendidik anak-anak mereka ketika berada di rumah, dan tidak lepas tanggung jawab bagi orang tua yang anak-anaknya disekolahkan di sekolah anak yang berkebutuhan khusus.


MEDIA ATAU ALAT PERAGA DALAM KEGIATAN BELAJAR MATEMATIKA di SD.

Media/alat peraga Dalam Kegiatan Belajar Matematika di SD.

Menurut Elly Estiningsih (1994), kegiatan belajar-mengajar di kelas sebenarnya dapat dikelompokkan dalam 3 (tiga) tahap kegiatan, yaitu: tahap penanaman konsep, tahap pemahaman konsep, dan tahap pembinaan keterampilan konsep.

1.      Tahap Penanaman Konsep.
KBM penanaman konsep merupakan kegiatan dalam proses belajar mengajar yang menitik beratkan pada penyampaian konsep baru bagi siswa. Konsep baru ini bagi siswa adalah konsep dasar yang tergolong dalam pengertian pangkal, aksioma dan definisi. Pada tahap ini guru berusaha mengoptimalkan fungsi panca indra siswa dengan dibantu media/alat peraga konkret. Siswa diupayakan mendapat pengalaman menentukan atau mengidentifikasi mana konsep dan yang bukan konsep. Dalam tahap ini siswa juga diajak untuk mendengar dan melihat wujud konkret dari konsep, dan menghayati serta menggunakan intuisi untuk memahami konsep. Media dalam hal ini “alat peraga” yang digunakan pada umumnya berwujud benda konkret, model, pengalaman nyata, dan simulasi. Sedangkan “sarana” yang digunakan dapat berwujud Lembar Kerja.
2.      Tahap Pemahaman Konsep.
KBM pemahaman konsep merupakan kegiatan dalam proses belajar mengajar yang menitik beratkan pada penguasaan dan perluasan wawasan siswa tentang konsep yang telah dipelajari pada penenanaman konsep. Pada tahap ini siswa belajar lebih lanjut tentang konsep tersebut, yaitu yang berkenaan dengan sifat-sifat dan terapannya maupun pengembangan dari konsep itu sediri. Hal - hal yang perlu diperhatikan dalam tahap ini, antara lain :(a) siswa perlu mempunyai kesiapan tentang konsep yang telah dipelajari pada tahap sebelumnya, (b) siswa perlu mendapat pengalaman yang cukup dengan “variasi” konsep, (c) siswa perlu belajar tentang ciri, sifat, dan cara penerapan konsep, (d) siswa perlu diberi kesempatan mengkomunikasikan pendapatnya. Alat peraga yang digunakan dapat ditingkatkan menjadi bentuk gambar, film, slide, peta, grafik, dan diagram.
3.      Tahap Pembinaan Keterampilan Konsep.
KBM pemahaman konsep merupakan kegiatan dalam proses belajar mengajar yang menitik beratkan pada pembinaan keterampilan siswa tentang konsep-konsep yang dipelajari, baik pada tahap penanaman konsep maupun pada tahap pemahaman konsep. Oleh karena itu dari pengertian tahap ini, guru harus tahu konsep-konsep dasar ataupun konsep-konsep yang terkembang dari konsep dasar mana yang membutuhkan pembinaan keterampilan. Hal-hal yang perlu mendapatkan perhatian dalam KBM tahap ini, antara lain: (a) siswa dilatih mengingat dan menerapkan konsep-konsep yang telah dipelajari pada tahap KBM sebelumnya, (b) siswa perlu dilatih bekerja hanya menggunakan “simbol”, tidak lagi ada alat peraga yang digunakan lagi, (c) latihan dengan waktu terbatas, untuk memperkecil waktu maksimum yang biasa digunakan siswa (dalam hal ini dapat bersifat lomba), dan (d) dalam rangka “evaluasi”. Media/alat peraga yang dapat digunakan ini sudah tidak berupa benda-benda konkret, melainkan berupa soal yang didektekan guru, lembar tugas, lembar permainan lomba atau pertandingan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membuat media/alat peraga matematika, meliputi:
§  Dibuat dengan bahan yang cukup kuat, supaya tahan lama
§  Bentuk dan warnanya diusahakan menarik
§  Dibuat secara sederhana, mudah dikelola dan tidak rumit
§  Ukurannya dibuat sedemikian rupa, sehingga seimbang dengan ukuran fisik siswa
§  Dapat menyajikan konsep matematika (bentuk nyata, gambar, diagram)
§  Sesuai dengan konsep . Misalnya bila membuat alat peraga segitiga berdaerah dari karton atau triplek, mungkin anak beranggapan bahwa segitiga itu bukan hanya rusuk-rusuknya saja, tetapi berdaerah, jelas ini tidak sesuai dengan konsep segitiga.
§  Peragaan itu supaya merupakan dasar untuk timbulnya konsep abstrak
§  Bila diharapkan siswa belajar aktif (individual atau kelompok), alat peraga itu supaya dapat dimanipulasikan, yaitu dikutak-katik seperti diraba, dipegang, dipindahkan atau dipasang dan dicopotkan.
§  Bila memungkinkan, buatlah alat peraga yang “multiguna”, atau berfungsi banyak.
Penggunaan media/alat peraga matematika dikatakan gagal apabila: (1) generalisasi konsep abstrak dari representasi konkret itu tidak tercapai, (2) hanya sekedar sajian yang tidak memiliki nilai-nilai (konsep-konsep) matematika, (3) disajikan pada situasi yang tidak tepat, (4) memboroskan waktu, (5) diberikan pada siswa yang mestinya siswa tersebut tidak memerlukan, (6) penyajian alat peraga itu tidak menarik, rumit, dan lain-lain.  Selain kegagalan tersebut ada tambahan yang salah/keliru tentang contoh generelalisasi sebagai berikut:
§  Pembelajaran matematika yang baik adalah pemebalajaran matematika yang selalu menggunakan media/alat peraga,
§  Setiap alat peraga dapat digunakan untuk menyampaikan setiap konsep matematika.

Semua konsep matematika selalu dapat diajarkan melalui/menggunakan alat peraga.

SBK DI SEKOLAH DASAR



SBK DI SEKOLAH DASAR
Tujuan pelajaran SBK di SD untuk memberikan pengalaman estetik dalam bentuk kegiatan berekspresi/berkreasi dan berapresiasi melalui pendekatan “belajar dengan seni”, “belajar melalui seni”, dan “belajar tentang seni”. Konsep seni sebagai alat pendidikan di SD diarahkan pada pembentukan sikap dan kemampuan atau kompetensi kreatif dalam keseimbangan kompetensi intelektual, sensibilitas, rasional, dan irasional serta kepekaan emosi. Pengembangan kesenian di SD hendaknya dapat difungsikan untuk membina keterampilan dan kemampuan anak dalam berinteraksi dengan lingkungan dan sebagai sarana untuk memperoleh visualisasi estetis berolah senirupa.
Sebagai pengalaman edukatif, seni membantu pertumbuhan dan perkembangan anak, membina perkembangan estetik, bermanfaat mengembangkan bakat, dan seni membantu menyempurnakan kehidupan. Pengalaman estetik bagi anak SD merupakan aktivitas penghayatan, apresiasi, ekspresi, dan kreasi seni di SD bisa memberikan pengalaman untuk menumbuhkan sensitivitas keindahan dan nilai seni. Berolah seni adalah pengalaman estetis yang menarik bagi minat dan keinginan anak.
Agar tujuan berekspresi dan berapresiasi anak SD dapat tercapai secara optimal maka proses pembelajaran harus didesain semenarik mungkin. Hal ini tentunya berhubungan dengan pemilihan model, strategi, pendekatan, dan metode pembelajaran yang diterapkan oleh Guru. Untuk pembelajaran materi apresiasi seni, strategi pembelajaran yang dilakukan Guru yaitu dengan pengamatan langsung pada obyek karya seni yang diapresiasi. Setelah siswa melakukan pengamatan dilanjutkan dengan memberikan respon atau tanggapan terhadap hasil penghayatan nilai-nilai estetis artistik baik secara tertulis atau lisan.

Pemilihan metode mengajar mempertimbangkan (1) karakteristik materi yang dijabarkan berdasarkan SK KD; (2) karakteristik dan tingkat perkembangan kemampuan belajar siswa sesuai tujuan pembelajaran yang akan dicapai; (3) bentuk kegiatan belajar siswa tetap mempertimbangkan ketersediaan waktu; (4) kesiapan dan kemampuan Guru yang akan menggunakan metode mengajar tersebut.. 

KAPAN KITA MENGALAMI STRES ??



Kapan kita mengalami stres?

Tanda yang bisa dikenali dalam beberapa hari terakhir ini, individu mengalami atau merasa, bingung, sedih, cemas, uring-uringan, gelisah, marah tanpa sebab atau karena hal sepele, sering merasa jengkel, suasana hati yang cepat berubah, tidak berdaya, kehilangan minat atau tidak bersemangat. Gejala fisik yang muncul yaitu nafas memburu, sakit kepala, otot tegang, sembelit, diare, sariawan, gangguan kulit, mulut dan tenggorokan kering, sulit tidur atau tidur terlalu banyak, letih tanpa sebab yang jelas. Gangguan lain atau mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatian, konsentrasi, berpikiran jernih, mengambil keputusan. Atau merasa kehilangan; minat kerja, minat berinteraksi dengan orang lain. Lebih suka menyendiri, pertanda awal mengalami beban kerja yang terlalu berat, banyak, atau mengalami tuntutan yang tidak mampu diatasi, inilah stres!

Bagaimana cara mengelola stres?
Strategi yang diperlukan untuk menjaga kondisi  seimbang, menyenangkan dan sehat adalah meningkatkan kemampuan individu dalam mengelola stres dengan berbagai cara (Patel, 1989). Latihan Pernafasan (Relaksasi Dengan berlatih nafas dan emosi), tujuannya untuk mengatur dan mengendalikan pernafasan yang tersengal-sengal dan nafas yang  memburu menjadi lebih relaks atau teratur dan terkendali. Relaksasi Otot, tujuannya supaya otot-otot dalam keadaan rileks, sirkulasi darah menjadi lancar dan ketegangan otot dapat dikurangi dan rasa cemas dapat dihilangkan. Caranya dengan mengendalikan otot dengan menegangkan otot dengan ketegangan tertentu dari  tangan, kaki, leher dan jari-jari dan kemudian diminta mengendorkan, sebelum dikendorkan dirasakan ketegangan, sehingga individu dapat membedakan otot yang tegang dengan yang lemas.
Mengembangkan ketrampilan Komunikasi, tujuannya untuk mengekspresikan emosi, dan perasaan supaya dapat mengurangi ketegangan,  dan mengendalikan marah, dengan cara melatih asertif, dan mengendalikan marah dengan cara bereaksi positif terhadap kritik, memaknai dan menggunakan marah sebagai sesuatu yang kreatif, serta belajar melupakan dan memaafkan. Melatih ketrampilan sosial, tujuannya untuk mengatasi masalah yang menekan serta membina hubungan yang efektif  supaya tidak menyakiti orang lain dengan cara melatih berkomunikasi dengan teman dekat untuk kemudian mendapat umpan balik, dan mau menerima kritik yang diberikan oleh teman kemudian merubah yang tidak sesuai menurut kritik teman.

Tips mengatasi stres dengan efektif
  • Usahakan hidup sehat dengan makan bergisi secara teratur, cukup istirahat dan olah raga.
  • Nikmatilah hidup tanpa mengeluh.
  • Terimalah diri anda apa adanya
  • Berbagi cerita atau berdiskusi supaya tidak menumpuk menjadi beban pikiran sendiri.
  • Lakukan tidakan positif untuk mengatasi permasalahan
  • Mendekatkan diri pada yang maha kuasa dan pasrah.

Tinjauan Pustaka
Hamidah & Handadari, Woelan. 2009. Konseling Kelompok: Manajemen Stres yang
efektif bagi Mahasiswa Indonesia di Malaysia. Presentasi Temu Ilmiah IPK, Bandung.
Maramis, W.F.1980. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University
Press.
Wiramihardja,S.A. 2005. Pengantar Psikologi Abnormal. Bandung : P.T. Refika
Aditama.